Habis membaca biografi Hawking, Einstein berkomentar, “hebat benar orang ini”. Dia kemudian membaca teori-teori Hawking. Sontak Einstein kaget, bukan karena suara petasan, bukan juga guntur, apalagi dentuman bom teroris, tapi karena teori yang dikemukakan oleh Hawking. Einstein terlihat sedih, sesekali dia menggelengkan kepala, seakan tidak percaya apa yang baru dibacanya. Pikirannya dilingkupi tanda tanya besar, mengapa Hawking berteori seperti itu?
Semua orang tahu, Stephen Hawking sering mengeluarkan teori yang membuat para pemuka agama meradang. Sebelumnya, pada September 2010, The Telegraph melaporkan, “Stephen Hawking telah menyatakan bahwa Tuhan bukan pencipta alam semesta”. Dalam bukunya, The Grand Design, dia berkata, “karena adanya hukum seperti gravitasi, tata surya dapat dan akan membentuk dirinya sendiri. Penciptaan spontan adalah alasannya mengapa sekarang ada ‘sesuatu’ dan bukannya kehampaan, mengapa alam semesta ada dan kita ada. Tidak perlu memohon kepada Tuhan untuk memulai segalanya dan menggerakan alam semesta”. Sekarang, tahun 2011, Hawking kembali menggemparkan dunia dengan teori barunya bahwa “Surga adalah dongeng belaka”.
“Saya harus ketemu langsung dengannya!” pinta Einstein. Hawking menyetujui permintaan tersebut. Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, dua orang ahli fisika teoritis bertemu. Stephen Hawking membuka percakapan dengan menyindir,”otak saya masih waras, perasaan Anda sudah menjadi pocong?” Einstein membalas,“sssssstttttt…….mister King, sini!” Dia mendekatkan telinganya kemudian Eisntein membisikkan, “perasaan Anda tidak bisa bicara, kok sekarang bisa?” Kedua fisikawan itu kaget setelah penulis ikut nimbrung, “STOPPP! Meninggal atau tidak bisa bicara, bukan itu persoalannya. Yang jelas, kamu mister King dan kamu Einstein, saya arahkan untuk berdebat. Tolong pertanggungjawabkan teorimu di hadapan Einstein!”
Keduannya terlihat takut akibat perkataan penulis. Dalam benak Hawking berkata, “hebat benar ini orang (penulis), ngaca dong!” Akhirnya mereka melanjutkan pembicaraan. “Boleh tahu skor IQ kamu berapa?” Tanya Einstein. Hawking tidak menjawab, malah bertanya kembali, “Kalau kamu berapa?” Ternyata keduanya memiliki skor IQ yang sama yaitu 160. Einstein berkata kembali, “oke, saya lihat pernyataanmu konsisten. Kamu memakai teori koherensi yaitu pernyataan sebelumnya bersifat koheren atau konsisten yaitu kamu mengesampingkan Tuhan dalam penciptaan dunia ini otomatis kamu pun mengesampingkan surga! Itu menurut otakmu yang cerdas, tapi menurut otak saya belum tentu”. Hawking langsung menusuk ke jantung persoalan dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, “apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Karena kejahatan itu ada berarti saya berasumsi bahwa Tuhan adalah kejahatan itu sendiri!”
Mendegar pertanyaan-pertanyaan itu, Einstein terlihat santai dan sedikit tertawa. Rupanya pertanyaan itu sama dengan yang dilontarkan oleh Professornya ketika ia masih mahasiswa. Dengan penuh percaya diri Einstein balik bertanya, “ apakah mister King percaya bahwa dingin dan gelap itu ada?” Bagi Hawking, pertanyaan itu enteng saja, dia pun menjawab, “saya percaya adanya dingin dan saya percaya adanya gelap. Apa hubungannya pertanyaanmu dengan pertanyaan saya?” Sejenak Einstein terdiam, mencoba mengingat sesuatu, “begini mister King, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kata ‘dingin’ tercipta untuk mendeskripsikan ketiadaan panas. Begitu juga dengan gelap, gelap tidak ada! Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan beberapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata ‘gelap’ tercipta untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya”.
Penjelasan Einstein membuat Hawking kikuk. Agar tidak terlihat kikuk, dia kemudian mengalihkan perhatian dengan bertanya, “bagaiamana dengan kejahatan?” Sekonyong-konyong Einstein tertawa terbahak-bahak. Setelah tertawa, dia berkata, “belum mengerti juga kamu mister King, kasihan de lho, sudah 2 kali Anda salah mengatakan bahwa dingin dan gelap itu ada. Kali ini Anda salah lagi! Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas, dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya”.
Walau Hawking tersudutkan, namun ia tetap kukuh dengan teorinya. Einstein tidak memberikan kesempatan sedikit pun kepadanya, “saya akan mengambil penjelasan lain. Saya pakai pisau Aristoteles untuk menguliti kekukuhanmu itu! Pasti Anda tahu dengan causa efficiens, artinya suatu causa (sebab) yang menjadi asal mula perubahan. Pembuktiaan Aristoteles ini dinyatakan dengan jelas di dalam karyanya ‘Metafisika’ dan dihubungkan dengan pembuktian tentang adanya ‘Penggerak yang Tidak Bergerak’ atau ‘Penggerak Pertama’. Mudah dipahami bahwa segala sesuatu yang terjadi atau ada, mempunyai suatu sebab. Hukum sebab-akibat berlaku di mana-mana. Sebagai akibatnya adalah, apa yang sekarang ada dan yang sebelumnya tidak ada, tentu mempunyai suatu sebab, yang dirinya sendiri tentu juga mempunyai sebab, dan begitulah seterusnya. Apabila rangkaian sebab-akibat ini berlangsung terus secara tidak berhingga, setiap sebab juga akan menjadi suatu akibat dan dengan demikian berarti tidak ada sebab. Jika demikian, keadaan yang ada dewasa ini tidak dapat dijelaskan dan diliputi oleh tabir rahasia. Karena itu sudah tentu ada suatu sebab pertama, yang dirinya sendiri tidak disebabkan oleh sesuatu yang lain. Sebab pertama terjadinya perubahan di alam semesta ini adalah TUHAN!”
Akhirnya Albert Einstein mengeluarkan amunisi pamungkas, “dari beberapa penjelasan itu saya menyimpulkan bahwa Tuhan itu ada. Alam semesta ini adalah ciptaan Tuhan. Kalau Tuhan ada, berarti surga pun ada. Bukan dongeng belaka menurut otak encer mu itu!” Apa yang terjadi dengan Stephen Hawking, apakah dia menerima kesimpulan Einstein? Wow, dia hanya diam bak patung , sesekali terlihat senyum kecut di bibirnya. Setelah lama terdiam, Hawking berkata, “mohon maaf, saya tetap dengan pendiran saya!” Dengan bijak Einstein menyambung, “saya hormati pendirianmu, saya kembali mengingatkan Anda: religion without science is blind. Science without religion is paralyzed”
No comments:
Post a Comment