A.
Tujuan
Praktikum
Dapat menentukan nilai
BOD dari suatu sampel limbah.
B.
Teori
Dasar
Kebutuhan
oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai
banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada
saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan
bahan organik diartikan bahwabahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai
bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (PESCOD,1973). Parameter
BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan
tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD
sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu
ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan
suatu prosedur bioassay yang menyangkut
pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan
oleh organisme selama organisme tersebut
menguraikan bahan organik yang ada
dalam suatu perairan, pada kondisi yang
harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam.
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk
rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air
buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat pencemaran
tertentu, hal ini untuk menjaga supaya
oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan.
Hal ini penting diperhatikan mengingat
kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya
berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C (SAWYER
& MC CARTY, 1978).
Penguraian
bahan organik secara biologis di alam,
melibatkan bermacam-macam organisme
dan menyangkut reaksi oksidasi dengan
hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air
(H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap sebagai
suatu prosedur oksidasi dimana organisme
hidup bertindak sebagai medium untuk
menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan
H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD
merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan
kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan
pada 20°C yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk
proses oksidasi yang sempurna
sehingga bahan organik terurai menjadi CO2 dan H2O
adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya dilaboratoriurn, biasanya berlangsung selama 5
hari dengan anggapan bahwa selama waktu itu persentase reaksi cukup besar
dari total BOD. Nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari
merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total (SAWYER & MC CARTY, 1978). Metoda
penentuan yang dilakukan adalah dengan metoda titrasi dengan cara WINKLER. Metoda titrasi dengan cara
WINKLER secara umum banyak digunakan untuk menentukan kadar oksigen
terlarut. Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih
dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI, sehingga akan terjadi endapan
MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2)
yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya
dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S203)
dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji).
Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik yang
terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily
decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu
ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung
dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat
diurai. Dari pengertianpengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD
menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai
gambaran jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang
ada di perairan. Faktor
yang mempengaruhi hasil BOD adalah :
·
Bibit biological yang dipakai
·
pH jika tidak dekat dengan aslinya (netral)
·
Temperatur jika selain 20 0C (68 0F)
·
Keracunan sampel
·
Waktu inkubasi
Selama pemeriksaan BOD,
contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi dari
oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/ sampel tersebut yang
harus berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu. Hal ini untuk menjaga
supaya oksigen terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting
diperhatikan mengingat kelarutan oksigen salam air terbatas dan hanya berkisar 9
ppm pada suhu 200C (Salmin. 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi
BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya mirkoorganisme
aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian
tersebut (barus, 1990 dalamSembiring, 2008). Oksidasi
biokimia adalah proses yang lambat. Dalam waktu 20 hari, oksidasi bahan organik
karbon mencapai 95 – 99 %, dan dalam waktu 5 hari sekitar 60 – 70 % bahan
organik telah terdekomposisi (Metcalf & Eddy, 1991). Lima hari inkubasi
adalah kesepakatan umum dalam penentuan BOD. Jika
sampel air BOD pada 20 0C
diukur berdasarkan fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva seperti gambar
7.8.10.untuk 10 sd 15 hari, kurva mendekati eksponensial, tapi sekitar 15 hari,
kurva meningkat tajam yang menurunkankan kestabilan laju BOD. Karena panjangnya
waktu dan kurvanya tidak datar, maka para engineer lingkungan mengambil secara
universal untuk test standar pada 5 hari untuk prosedur BOD.
C.
Alat
dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
Batang pengaduk
|
Aquadest
|
Bola isap
|
Indikator
Amilum
|
Botol BOD
|
Kertas isap
|
Buret
|
Lar.
Buffer phosfat
|
Erlenmeyer
|
Lar. CaCl2
|
Gelas kimia
|
Lar.
FeCl3
|
Hot plate
|
Lar. H2SO4
|
Inkubator
|
Lar.
KMnO4
|
Pipet seukuran
|
Lar. MgSO4
|
Lar.
Na2S2O3
|
|
Lar. NaOH
|
|
Sampel
|
|
Tissue
|
|
Bibit
mikroba
|
D.
Prosedur
Kerja
-
100
mL Air Kran 3 butir
batu didih 5 mL H2SO4
6 N KMnO4
0,01 N
|
Erlenmeyer
250 mL
|
Pemanasan
10 menit
|
Warna
KMnO4 tidak hilang dengan pendidihan
|
Cairan
dibuang
|
-
10
mL Sampel 90 mL Aquadest 10
mL H2SO4 6 N
|
Erlenmeyer 250 mL
|
Pemanasan
Sampai terjadi gelembung
|
Terjadi
gelembung di dasar cairan
|
10 mL KMnO4 0,01 N
|
Mendidihkan
10 menit
|
10 mL H2C2O4
0,01 N
|
Titrasi
dengan KMnO4 0,01 N
|
-
10
mL H2C2O4 0,01 N
|
Erlenmeyer 250 mL
|
Titrasi
dengan KMnO4 0,01 N
|
Larutan
berwarna merah muda
|
-
Pembuatan Pengencer
1
Liter aquadest
|
1 mL buffer posfat 1 mL FeCl3
1 mL CaCl 1 mL MgSO4
Pemindahan kedalam botol BOD (blanko)
|
Penambahan 1 mL bibit mikroba
|
Pengaerasian pada kompresor selama 30 menit
|
Pengambilan larutan pengencer sebanyak
1839,36 mL (diambil P5)
|
DO5
|
DO0
|
Inkubasi pada suhu 20oC 5 hari
|
Titrasi winkler
|
DO5
|
DO0
|
Pemindahan kedalam botol BOD (sebagai DO
sampel)
|
Titrasi winkler
|
Inkubasi pada suhu 20oC 5 hari
|
-
1
mL lar. MgSO4 1 mL Pereaksi Oksigen
|
Larutan
berwarna biru hilang
|
Botol BOD berisi sampel
|
Pengocokan
|
Membiarkan
10 menit
|
Menuangkan
cairan dalam botol ±
sampai ½ isi botol
|
Cairan
dalam botol & erlenmeyer
|
Titrasi
dengan Na2S2O3 1/80 N
|
Larutan
berwarna kuning jerami
|
Titrasi
dengan Na2S2O3 1/80 N
|
1 mL H2SO4 pekat
|
Beberapa tetes lar. kanji
|
E. Data Pengamatan
Prosedur
|
Pengamatan
|
Pembebasan
reduktor
|
Setelah
asam sulfat, batu didih, KMnO4, air kran dimasukan dan setelah
dipanaskan larutan tetap berwarna ungu dan tidak menghilang
|
Angka
KMnO4
|
Letika
ditambahkan KMnO4 10 mL larutan menjadi berwarna merah ungu, kemudian ketika
ditambahkan 10 mL larutan H2C2O4 larutan
menjadi bening. Kemudian dilakukan titrasi dimana larutan berubah menjadi
warna merah muda (TA)
|
Faktor
ketelitian KMnO4
|
Larutan
yang telah ditirasi berwarna merah muda, kemudian ketika ditambah 10 mL asam
oksalat larutan menjadi bening kembali dan ditirasi lagi dengan KMnO4
dimana warna berubah menjadi warna merah muda.
|
Pembuatan
pengencer
|
Larutan
sedikit keruh setelah CaCl2, FeCl3, MgSO4, Buffer
phosfat, bibit mikroba.
|
Penetapan
DO metode winkler
|
Ketika
ditambahkan MgSO4 larutan tetap bening, ketika ditambahkan
pereaksi oksigen terdapat endapan halus berwarna coklat. Ketika ditambahkan H2SO4 pekat endapan coklat menjadi menghilang dan
larutan menjadi warna kuning. Ketika ditambahkan Na2S2O3 larutan menjadi
warna kuning jerami kemudian ditambahkan indikator kanji sehingga warna hitam
kebiruan,kemudian warna biru dari larutan menjadi hilang (TA)
|
F. Perhitungan
Penetapan angka KMnO4
-
Standarisasi KMnO4
NH2C2O4 : 0,01 N
VH2C2O4 : 10 mL
V KMnO4 : 9,70 mL
-
Penetapan Faktor
Ketelitian KMnO4
1. N
H2C2O4 =
0,01 N
2. V
H2C2O4 = 10 mL
3. V
KMnO4 rata-rata
= 9,15 mL
I
|
II
|
Rata-Rata
|
9,1 mL
|
9,2 mL
|
9,15 mL
|
-
Angka KMnO4
-
Pengenceran
Artinya,
1 bagian sampel + 11,45 bagian pengencer
-
DO Metoda Winkler
Titrasi
|
Volume Na2S2O3
|
Volume botol
|
Sampel DO0
|
13 mL
|
327 mL
|
13 mL
|
338 mL
|
|
Blanko DO0
|
10,1 mL
|
335 mL
|
Sampel DO5
|
24,45 mL
|
334 mL
|
22,30 mL
|
340 mL
|
|
Blanko DO5
|
21,30 mL
|
305 mL
|
21,15 mL
|
335 mL
|
1. Blanko
hari ke-0
Mg
O2/L =
2.
DO hari ke-0
1)
2)
3.
Blanko hari ke-5
1)
2)
4.
DO hari ke-5
1)
2)
Selisih
pengurangan DO5 dengan DO0
% Selisih
pengurangan =
% Selisih
pengurangan =
% Selisih
pengurangan = 45,16 %
Nilai BOD
BOD = P (DO0
sampel – DO5 sampel ) – (DO0 blanko – DO5
blanko)
BOD =
(0,0186 mg/L - 0,0102 mg/L) – (0,0238 mg/L - 0,0119
mg/L)
BOD = 12,45 = 0,0927 mg/L
Nilai BOD
sebenarnya = nilai BOD x pengenceran
Nilai BOD
sebenarnya = 0,0927 x 100 = 9,27 ppm
Pembahasan
Pada
percobaan ini dilakukan pengolahan limbah untuk mengetahui oksigen yang
diperlukan untuk mikroba dalam mengoksidasi bahan organik. Semakin banyak bahan
organik yang ada dalam sampel air limbah maka semakin banyak juga oksigen yang
diperlukan oleh mikroba. Untuk mengetahui oksigen yang diperlukan oleh mikroba
maka ditentukan DO awal dan DO setelah diinkubasi selama 5 hari, dimana selisih
yang dihasilkan adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroba.
Sebelum dilakukan analisa BOD, agar
hasil yang didapatkan sangat teliti maka terlebih dahulu dilakukan pembebasan
reduktor dari erlenmeyer. Hal ini dilakukan karena apabila masih ada zat atau
partikel yang tertinggal atau menempel pada dinding erlenmeyer yang digunakan,
maka kemungkinan zat tersebut mengganggu dan akan mempengaruhi hasil analisa
karena partikel yang bersifat reduktor akan ikut bereaksi dengan KMnO4
pada titrasi permanganimetri untuk penetapan angka KMnO4 sehingga
volume KMnO4 lebih banyak dari yang seharusnya. Sehingga Untuk
pembebasan reduktor digunakan KMnO4 dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4
dan panas, sehingga dalam keadaan asam dan panas ini KMnO4 akan
mengoksidasi secara optimal zat/partikel reduktor yang menempel pada erlenmeyer, sehingga zat
reduktor yang mungkin menempel pada erlenmeyer akan teroksidasi. Adanya zat
reduktor pada erlenmeyer akan membuat warna KMnO4 menjadi merah muda
hingga bening. Apabila ditambahkan KMnO4 berlebih hingga warna KMnO4 tidak hilang maka
dapat dipastikan semua zat/pertikel reduktor yang menempel pada erlenmeyer
telah habis berekasi dengan KMnO4 sehingga erlenmeyer telah bebas
reduktor.
Setelah erlenmeyer bebas reduktor,
kemudian dilakukan penetapan angka KMnO4. Penetapan angka KMnO4
ini digunakan untuk menentukan jumlah pengencer dan jumlah sampel yang akan
ditambahkan. Dimana angka KMnO4 ini untuk mengetahui zat organik
yang terkandung dalam sampel air limbah, dimana dengan mengetahui jumlah zat
organik dalam sampel maka kebutuhan oksigen yang diperlukan dapat ditentukan
sehingga didapatkan pengenceran yang mendekati. Sampel yang telah diasamkan
dengan H2SO4 ditambahkan KMnO4 berlebih,
sehingga bahan organik akan mengalami rekasi redoks dengan KMnO4.
KMnO4 sisa ini kemudian ditambahkan asam oksalat berlebih, dimana
sisa asam oksalat akan bereaksi dengan KMnO4 pada titrasi.
Agar
hasil analisa yang didapat didapatkan ketelitian maka dilakukan faktor
ketelitian KMnO4, dimana hasil titrasi KMnO4 sebelumnya
ditambahkan kembali dengan asam oksalat dan dititrasi dengan KMnO4
dimana jumlah KMnO4 seharusnya 10 mL sesuai dengan penambahan KMnO4
sebelumnya. Dari percobaan didapat angka KMnO4 yang dihasilkan dari sampel
adalah sebesar 62,25 mg/L. Dari angka ini maka didapat sebesar 62,25 mg KMnO4
untuk mengoksidasi zat organik dalam tiap 1 Liter sampel. Sedangkan berdasarkan
literatur zat organik (KMnO4) tidak boleh lebih dari 10 mg/L (PP No.
20 tahun 1990), sehingga air sampel limbah ini dapat dikatakan tercemar zat
organik karena mengandung angka KMnO4 yang melebihi seharusnya.
Angka KMnO4 yang didapat ini digunakan untuk perhitungan jumlah
sampel dan pengencer yang ditambahkan.
Pengenceran yang digunakan adalah P2
dikarenakan sampel BOD akan diinkubasikan selama 5 hari, sedangkan angka KMnO4
yang didapat ialah sebesar 62,25 mg/L ini dihasilkan nilai P2 sebesar 12,45
artinya 1 bagian sampel dan 11,45 bagian pengencer. Dari data percobaan
didapat sebanyak 160, 64 mL sampel yang
ditambahkan dan 1839,36 mL pengencer yang ditambahkan. Fungsi dari larutan
pengencer adalah sebagai bahan makanan/nutrien mikroba sehingga makanan mikroba
ini sebagai sumber energi untuk mikroba untuk mengoksidasi bahan organik yang
ada dalam sampel. Pada larutan pengencer ini terlebih dahulu dilakukan aerasi,
fungsi dari aerasi adalah sebagai pengadukan serta untuk menambahkan oksigen
kedalam larutan pengencer dimana oksigen ini akan digunakan untuk mikroba dalam
mengoksidasi bahan organik karena dimungkinkan oksigen dalam sampel saja tidak
akan cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroba untuk mengoksidasi organik. Aerasi
dilakukan 30 menit agar mikroba mendapatkan oksigen yang cukup. Makanan mikroba
serta oksigen yang cukup untuk mikroba kemudian dicampurkan dengan sampel
sebagai sumber bahan organik, maka diharapkan akan didapatkan hasil kerja
mikroba yang optimum dalam mengoksidasi bahan organik sehingga diketahui berapa
oksigen yang dibutuhkan. Dari sampel yang telah tercampur, langsung ditetapkan
DO serta blankonya (berisi pengencer saja) dengan metode winkler, sedangkan untuk sampel yang
telah dicampur pengencer serta blankonya yang lainnya diinkubasi selama 5 hari
pada suhu 20oC.
Untuk
DO hari 0, larutan sampel yang telah dicampur dengan pengencer serta blanko
ditambahkan MnSO4 dan pereaksi oksigen(KI+NaOH) dimana MnSO4
dalam keadaan basa ini akan membentuk endapan MnO2, kemudian
ditambahkan H2SO4 sehingga endapan larut dan akan melepas
I2 yang ekivalen dengan oksigen terlarut. I2 yang
terbentuk ditirasi dengan Na2S2O3 dengan
metode iodometri. Dari data percobaan yang didapat, DO pada hari nol adalah
sebesar 0,0186 mg/L dimana DO pada nol hari sangat sedikit. Serta DO pada
blanko sebesar 0,0238 mg/L. Pada hari ke-0 ini dapat dilihat nilai DO pada
sampel lebih kecil dibanding nilai DO pada blanko. Hal ini dikarenakan nilai DO
pada blanko oksigen yang ditambahkan tidak banyak digunakan untuk mikroba,
sedangkan pada sampel dikarenakan didalamnya mengandung bahan organik sehingga
memungkinkan mikroba melakukan aktivitasnya yaitu mengoksidasi bahan organik
dalam sampel walaupun masih dalam jumlah yang sedikit sehingga oksigen yang
digunakan oleh mikroba pada sampel lebih banyak dibanding pada blanko.
Sedangkan untuk DO pada hari kelima
didapat nilai DO sampel sebesar 0,0102 mg/L serta blanko sebesar 0,0119 mg/L
dimana nilai DO pada sampel ini lebih kecil dibanding dengan nilai DO pada hari
ke 0 hal ini dikarenakan oksigen terlarut berkurang karena digunakan oleh
mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Apabila dihitung, maka selisih DO
hari ke-0 dengan DO pada hari ke 5
adalah sebesar 45,16% serta DO hari ke 5 memiliki nilai kurang dari 0,5 mg/L.
Apabila kedua nilai tersebut (nilai DO pada hari ke 5 dan persentase selisih DO0
dan DO5 ) dibandingkan dengan literatur dimana selisih DO0
dengan DO5 harus 40%-70% serta nilai DO akhir harus >0,5 mg/L.
Dari persyaratan penetapan BOD tersebut salah satu persyaratan penetapan tidak
terpenuhi dimana nilai DO akhir masih kurang dari 0,5 mg/L. Walaupun selisih
pengurangan DO0 dengan DO5 telah lebih dari 40%-70%
sehingga dapat dikatakan kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik ini
sudah optimal sehingga selisih DO0 dan DO5 begitu besar
akan tetapi nilai DO5 masih kurang dari 0,5 mg/L. Telah optimalnya
kinerja mikroba untuk mengoksidasi zat organik, kondisi proses yang telah
optimal seperti temperatur yang digunakan dimana temperatur yang digunakan
adalah sebesar 20oC, adanya mikroba didalamnya denganwaktu inkubasi
yang digunakan adalah selama 5 hari dengan ketersediaan oksigen yang cukup (Salmin,
2005). Selain itu tepatnya kondisi pH dimana pH harus netral, serta tidak
terdapatnya senyawa toksik maka mikroba tidak akan teracuni/optimal dalam
mengoksidasi bahan organik (Sembiring, 2008). Akan tetapi nilai BOD akhir
kurang dari 0,5 mg/L hal ini dikarenakan
pada saat DO awal nilai DO telah kurang dari 0,5 mg/L sehingga untuk DO lima
dapat dipastikan nilai yang dihasilkannya pasti akan lebih kecil sehingga nilai
DO lima pasti akan kurang dari 0,5 mg/L.
Sehingga percobaan BOD ini selisih DO nol dengan DO lima telah masuk
range persyaratan penetapan yaitu 45,16%,
walaupun nilai akhir DO lima kurang dari 0,5 mg/L akan tetapi percobaan
ini memenuhi persyaratan penetapan.
Dari hasil analisa BOD ini
dihasilkan nilai BOD sebesar 9,27 ppm, artinya 9,27 mgram oksigen akan
dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu liter contoh air selama waktu lima
hari pada suhu 20oC. Sedangkan menurut
literatur BOD pada air bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm (Jobsheet modul
BOD, program studi D3-analis kimia). Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel air
limbah ini tidak tercemar.
Kesimpulan
Dari
percobaan yang didapat, dapat disimpulkan bahwa nilai BOD pada sampel air
limbah adalah sebesar 9,27 ppm, sedangkan menurut literatur (Jobsheet modul
BOD, program studi D3-analis kimia) nilai BOD yang diperbolehkan untuk air
bersih tidak boleh lebih dari 10 ppm, sehingga sampel air limbah dapat
dikatakan tidak tercemar.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMOUS. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No.
5 1 Tahun 2004. Tentang : Baku Mutu Air Laut. 2004. 11 hal.
PESCOD, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream
Standards for Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, 59 pp
Salmin, 2005.” Oksigen Terlarut (Do) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (Bod) Sebagai Salah
Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan, (online), (http://oseanografi.lipi.go.id diunduh 16 April 2013 pkl. 14.17)
SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for
Environmental Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.: 405 - 486
pp.
No comments:
Post a Comment