I.1 Pengertian Batubara
Batu bara atau batubara adalah salah
satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat
terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan
dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan
organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat
ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisa unsur memberikan rumus formula
empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
I.2 Batubara Secara
Umum
I.2.1
Umur batu bara
Pembentukan batu bara memerlukan
kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang
sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah
masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270
jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi
bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman
Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
I.2.2
Materi pembentuk batu bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara
berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya
menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1.
Alga, dari Zaman
Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu
bara dari perioda ini.
2.
Silofita, dari Zaman
Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu
bara dari perioda ini.
3.
Pteridofita, umur Devon
Atas hingga KArbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di
Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak
dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4.
Gimnospermae, kurun
waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual,
biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi.
Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun
utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5.
Angiospermae, dari
Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji,
jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae
sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
I.2.3
Kelas dan jenis batu bara
Berdasarkan tingkat proses
pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya
dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut.
a.
Antrasit adalah kelas
batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung
antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
b.
Bituminus mengandung 68
- 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara
yang paling banyak ditambang di Australia.
c.
Sub-bituminus
mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber
panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
d.
Lignit atau batu bara
coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari
beratnya.
e.
Gambut, berpori dan
memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
I.2.4
Pembentukan batu bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman
menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan
(coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
a.
Tahap Diagenetik atau
Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit
terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar
air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses
pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
b.
Tahap Malihan atau
Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya
antrasit.
I.2.4.a Teori Pembentukan Peat (Gambut)
Lapisan
batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu rawa. Faktor-faktor
penting dalam pembentukkan peat:
1.
Evolusi perkembangan flora
Batubara
tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal dari alga dan fungi.
Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan
Atas, batubara kebanyakan berasal dari Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana
(lower devon)). Kebanyakan batubara dari jaman
ini memiliki rata-rata lapisan
yang tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis.
Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi
hingga mencapai ketinggian lebih dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada
jaman ini didominasi oleh: Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia,
Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai perioda bituminous coal
Lapisan
penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan terbentuk dari
Gymnosperm cordaites.
Pada
jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah, Gymnosperm(Ginkcophyta,
Cycadophyta dan Cornifers) merupakan tumbuhan penting pembentuk batubara,
terutama di Siberia dan Asia Tengah.
Pada
rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan Angiosperm tumbuh dengan
pesat di N. America, Europe, Japan dan Australia.
Jika
dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada jaman Mesozoic
terutama jaman Tersier lebih beragam dan
spesifik serta menghasilkan deposit peat yang tebal dan beragam dalam tipe
fasiesnya.
Perkembangan
dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman jenis dan tipe batubara yang
dihasilkan.
2.
Iklim
Pada
iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat dan beragam.
Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas, Cretaceous Atas dan Tersier
Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun pada hemisphere selatan dan
Siberia juga terdapat endapan batubara yang kaya yang diendapakan pada iklim
yang sedang hingga dingin, contohnya batubara inter-post glacial PermoCarbon
Gondwana (dari Ganganopteris
glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen.
Lapisan
batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan
tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada iklim basah.
3. Paleogeografi dan
Tectonic Requirement
Formasi lapisan tergantung pada
hubungan paleogeografi dan struktur pada daerah sedimentasi. Pembentukan
peat(gambut) terjadi pada daerah yang
depresi permukaan dan memerlukan
muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan
permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak
rawa yang berasosiasi dengan persisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul
di darat(shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan
batubara paralic(sea coast) dan limnic(inland) adalah berbeda.
Paralic
coal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk diluar
distal margin pada delta. Pembentukkannya merupakan akibat dari regresi dan
transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah
perlindungan sand bars dan pits sehingga dapat menghasilkan endapan batubara
yang tebal.
Back
samps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, peats(gambut) kaya dengan mineral
matter akibat banjir yang sering terjadi. Peat deposits hanya dapat terawetkan
pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan
dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu
pegunungan lipatan yang besar.
Sikuen
sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis batubara(<2m)
dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation dari marine bed
adalah karakteristik dari batubara yang diendapkan di foredeeps dari suatu
pegunungan lipatan yang besar. Cyclothem adalah perulangan antara peat dengan
inorganic sediment dan sekuen ini sering berulang.
Pada
bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya
lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps,
kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar.
Limnic coals memiliki karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah
lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.
I.2.4.b
Teori Transportasi – Allotocton
Teori ini mengungkapkan
bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari degradasi/peluruhan sisa-sisa
tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa peat, melainkan akumulasi dari
transportasi material yang terkumpul didalam lingkungan aqueous seperti danau,
laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan bahwa terjadi proses yang
berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.
I.2.4.c
Proses Geokimia dan Metamorfosis
Setelah
terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam proses. Proses
pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur dan tekanan yang
normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah proses pembentukan
batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam lapisan itu sendiri.
Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang lunak. Dalam
tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan kurangnya kandungan
oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya prosesnya
didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi temperatur
dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena kenaikan temperatur
akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan
menghasilkan unsur-unsur gas. Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini
terjadi karena penimbunan material pada suatu kedalaman tertentu atau karena
pergerakan bumi secara terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
I.3 Gasifikasi batu
bara
Coal gasification adalah sebuah
proses untuk merubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar
(combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas ini karbon monoksida
(CO), karbon dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4), dan nitrogen (N2) –
dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air
sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi
secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu bara bukanlah bahan
bakar yang sempurna. Terikat didalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu
bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung
di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut)
dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit,
disebut sebagai "hujan asam" “acid rain”. Disini juga ada noda
mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel
kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor,
beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama
dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini
adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia.
I.4 Batubara sebagai
sediment organik
Batubara merupakan sedimen organik,
lebih tepatnya merupakan batuan organik, terdiri dari kandungan bermacam-macam
pseudomineral. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan
terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air, biasa disebut
rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian menyeluruh dari
sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi batubara.
Selain tumbuhan yang ditemukan
bermacam-macam, tingkat kematangan juga bervariasi, karena dipengaruhi oleh
kondisi-kondisi lokal. Kondisi lokal ini biasanya kandungan oksigen, tingkat
keasaman, dan kehadiran mikroba. Pada
umumnya sisa-sisa tanaman tersebut dapat berupa pepohonan, ganggang,
lumut, bunga, serta tumbuhan yang biasa hidup di rawa-rawa. Ditemukannya jenis
flora yang terdapat pada sebuah lapisan batubara tergantung pada kondisi iklim
setempat. Dalam suatu cebakan yang sama, sifat-sifat analitik yang ditemukan
dapat berbeda, selain karena tumbuhan asalnya yang mungkin berbeda, juga karena
banyaknya reaksi kimia yang mempengaruhi kematangan suatu batubara.
Secara umum, setelah sisa tanaman
tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air),
pembentukan dari peat (gambut) umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak
dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya peat merupakan tahap
awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara
singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan
yang ada, mulai dari pembentukan peat (peatifikasi) kemudian lignit dan menjadi
berbagai macam tingkat batubara, disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang
kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan
kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan
metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga tergantung pada keadaan pada waktu
geologi tersebut dan kondisi lokal seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan
batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tumbuhan yang
mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan
kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroorganisme juga memegang
peranan yang sangat penting.
I.4.1 Penyusun
Batubara
Konsep bahwa batubara berasal dari
sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan
batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer
organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dll. Namun komposisi
dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan
penyusunnya.
a.
Lignin
Lignin merupakan suatu unsur yang
memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara.
Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti,
namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam
jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai
susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer
dari satu atau beberapa jenis alkohol.
Hingga saat ini, sangat sedikit bukti
kuat yang mendukung teori bahwa lignin merupakan unsur organik utama yang
menyusun batubara.
b. Karbohidrat
Gula atau monosakarida merupakan
alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada
umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil
yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida,
trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya
menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak
mengandung polisakarida (khususnya
selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.
c. Protein
Protein
merupakan bahan organik yang mengandung nitrogen yang selalu hadir sebagai
protoplasma dalam sel mahluk hidup. Struktur dari protein pada umumnya adalah
rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan
umunya muncul sebagai steroid, lilin.
I.5
Batu bara di Indonesia
Di
Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera
dan Kalimantan), pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat
dikelompokkan sebagai batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah,
kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas,
kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu
bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa
yang mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang
terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun.
Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana
mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal
secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai
atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di
daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
I.6 Sumberdaya batu
bara
Potensi sumberdaya batu bara di
Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Papua, dan Sulawesi.
Di
Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel fuel)
yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis batu bara
jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai berikut: Solar
Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori, (berdasarkan
harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari
segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi
Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini
sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke
depan. Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan
mengubahnya menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan
melalui polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara ini dinilai kurang efisien dan
kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu
bara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi
(pencairan) dan gasifikasi (penyubliman) batu bara.
Membakar
batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang
maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain grate,
fluidized bed, pulverized, dan lain-lain, masing-masing mempunyai kelebihan dan
kelemahannya.
I.7 Bagaimana membuat
batu bara bersih
Ada beberapa cara. Contoh sulfur,
sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di batu bara, pada beberapa
batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West Virginia dan eastern
states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 % dari berat batu bara,
beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan negara-negara bagian
sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih kecil dari 1%) dari
berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini dibuang sbelum
mencapai cerobong asap.
Satu
cara untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai
bintik kecil di batu bara disebut sebagai "pyritic sulfur " karena
ini dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal
sebagai "fool's gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada
proses satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang
terisi air , batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam.
Fasilitas pencucian ini dinamakan "coal preparation plants" yang
membersihkan batu bara dari pengotor-pengotornya.
Tidak
semua sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu
bara adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe
sulfur ini disebut "organic sulfur," dan pencucian tak akan
menghilangkannya. Beberapa proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan
bahan kimia yang membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi
kebanyakan proses ini sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk
mengurangi biaya dari prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan
pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
— telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong
asap. Alat ini sebenarnya adalah "flue gas desulfurization units,"
tetapi banyak orang menyebutnya "scrubbers" — karena mereka men-scrub
(menggosok) sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu
bara.
- Membuang
NOx dari batu bara
Nitrogen
secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen
mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika
udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen
ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida
atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom
nitrogen yang terjebak didalam batu bara.
Di
udara, NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang
kadang kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk
“acid rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut
“ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya
udara.
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah
menghindari dari bentukan asalnya, beberapa cara telah ditemukan untuk membakar
barubara di pemabakar dimana ada lebih banyak bahan bakar dari pada udara di
ruang pembakaran yang terpanas. Di bawah kondisi ini kebanyakan oksigen
terkombinasikan dengan bahan bakar daripada dengan nitrogen. Campuran
pembakaran kemudian dikirim ke ruang pembakaran yang kedua dimana terdapat
proses yang mirip berulang-ulang sampai semua bahan bakar habis terbakar.
Konsep ini disebut "staged combustion" karena batu bara dibakar
secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai "low-NOx burners" dan
telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang terlepas di
uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja seperti
"scubbers" yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler
batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut
katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun
alat ini lebih mahal dari "low-NOx burners," namun dapat menekan
lebih dari 90% polusiNox
No comments:
Post a Comment