Saturday, 8 March 2014

Laporan Analisa Lemak



 Analisa Lemak 



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Menurut Lehninger (1982), lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak dapat larut dalam pelarut tersebut karena lemak  mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial.
Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara murni sangat sulit dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air (pelarut anhydrous) agar bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktivan pelarut tersebut menjadi berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasi dengan beberapa metode Terdapat dua metode untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering dan metode ekstraksi basah. Metode kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa mengeluarkan lemak dan zat yang terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering benar dengan menggunakan pelarut anhydrous. Pada praktikum penetapan kadar lemak ini digunakan metode ekstraksi kering yaitu metode Soxhlet.
1.2  Tujuan
Untuk mengetahui cara analisis kadar lemak atau minyak pada bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode ekstraksi Soxhlet.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1    Penjelasan Bahan Baku
2.1.1   Kacang Tanah
Kacang Tanah merupakan tanaman polong-polongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman yang berasal dari benua Amerika, tepatnya di daerah Brazil (Amerika Selatan)(Tim Bina Karya Tani, 2009). Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi pangan, serta meningkatnya kapasitas industri makanan di Indonesia (Adisarwanto, 2000).
Dilihat dari kandungan gizinya, kacang tanah memiliki nilai gizi yang tinggi. Kadar protein mencapai 25 gram per 100 gram. Protein kacang merupakan protein nabati berkualitas tinggi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak, vegetarian dan orang yang mengkonsumsi sedikit daging. Kadar lemak kacang tanah merupakan bahan pangan sumber minyak. Kadar lemak kacang tanah mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah kaya akan asam lemak tidak jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah.
Kacang tanah sebagai salah satu komoditi tanaman pangan memiliki nilai gizi yang tinggi dan lezat rasanya. Kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan pangan, makanan ternak dan bahan minyak goreng. Selain itu, kacang tanah dapat diolah menjadi peanut butter. Sebagai bahan pangan, kacang tanah mempunyai senyawa-senyawa tertentu yang sangat dibutuhkan organ-organ tubuh untuk kelangsungan hidup, terutama kandungan protein, karbohidrat dan lemak (Susanto dan Saneto, 1994). Adapun komposisi kimia kacang tanah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Komposisi kimia kacang tanah (per 100 gram bahan kering)
Komposisi
Jumlah
Kadar air (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Fosfor (mg)
Kabri (kal)
BDD (%)
4,0
25,3
42,8
21,1
334,0
425,0
100,0
Sumber : Departemen Kesehatan, RI, (1996)
2.1.2        Ikan Lemuru
Ikan lemuru (Sardinella longiceps) memiliki gigi pada langit-langit mulut sambungan tulang rahang bawah dan lidah. Sisik-sisiknya lembut dan bertumpuk tidak teratur, jumlah sisik didepan sirip punggung 13-15. Sisik duri terdapat pada lambung, 18 di depan sirip perut dan 14 lainnya di belakang sirip perut (Weber dan de Beaufort, 1965). Ikan lemuru berwarna biru kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian lambung, serta mempunyai sirip-sirip transparan. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm tetapi pada umumnya hanya 10-15 cm. Menurut Whitehead (1985) ikan lemuru tersebar di lautan hindia bagian timur yaitu Phuket, Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali, Australia sebelah barat, lautan Pasific sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Philipina, Hongkong sampai Jepang bagian selatan).
Ikan Lemuru termasuk ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak yang bervariasi. Kandungan lemak yang berbeda ini tergantung pada ukuran ikan, kedewasaan, musim, makanan dan sebagainya (Moeljanto, 1988). Menurut Stansby (1982), minyak ikan banyak mengandung jenis asam lemak omega-3 yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid). Hasil penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan  EPA dan DHA pada minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15 % dan 11 %. Minyak ikan lemuru ini merupakan hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di daerah Muncar Jawa Timur.
Tabel 2 . Komposisi kimia ikan lemuru (Sardinella lemuru)
Komposisi
%
Kadar air
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar abu
Kadar garam
64,55 - 69,86
20,36 - 23,01
4,48 - 11,86
2,07 - 3,03
0,11 - 0,17
Sumber : Hanafiah dan Murdinah, 1982
2.2.3 Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah. Murtidjo (2003) memaparkan bahwa daging ayam juga memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh masyarakat, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging ayam tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil diantaranya pengelolaan pemeliharaan, pemberian pakan, pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit, pengangkutan, pemotongan, dan faktor-faktor lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 . Komposisi kimia Daging ayam
Komposisi
Jumlah
Protein (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin B1(mg)
Air (g)
Kalori (kkal)
18,20
25,00
14,00
200,00
1,50
0,08
55,90
302,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)
2.1.4     Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin adalah suatu makananyang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Komponen utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.
2.2    Macam-Macam Analisa Lemak
2.2.1 Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak dari masing-masing sampel. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam bahan. Untuk sampel dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar. Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-matriks sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu lemak berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam. Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105°C. Selesai di oven, ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut Kadar lemak (% bb) = (W1-W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = (kadar lemak (bb))/((100-kadar air (bb))) x 100 dimana: W0 = Bobot contoh dalam gram (g) W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = Bobot labu lemak kosong (g) Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebablan penyaluran (Nielsen, 1998).
2.2.2 Metode Babcock
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock. Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya telah dilengkapi dengan skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak kedalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat pada tanda skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).
2.2.2. Metode Goldfish
Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas di bawah tabung penyangga. Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).
2.3    Prinsip analisa
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne, 1987).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul antibumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997). 
2.4    Penyebab kerusakan lemak
2.4.1 Oksidasi dan ketengikan
Ketengikan disebabkan oleh adanya autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lipid. Autooksidasi ini dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor, seperti oksigen, panas, enzim lipoksidase, cahaya, hidroperoksida, logam berat Cu, Fe, Mn, Co, dan logam porfirin. Radikal asam lemak tidak jenuh yang kontak dengan oksigen dari udara akan membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek, seperti aldehid, asam lemak, dan keton yang bersifat volatil sehingga dapat menimbulkan bau tengik pada lipid (Winarno, 2004).
2.4.2 Hidrolisis
Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini berlangsung karena adanya air dan dipercepat oleh adanya kondisi basa, kondisi asam, maupun enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan menghasilkan citarasa dan bau tengik yang tidak dikehendaki (Winarno, 2004).
2.4.3 Penyerapan bau Lipid mudah sekali menyerap bau. 
Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid, maka lipid yang terserap dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari lipid yang rusak ini akan mudah terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan sehingga seluruh lipid akan menjadi rusak (Winarno, 2004).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.       Eksikator
b.      Penjepit
c.       Oven
d.      Mortar
e.       Penggoreng
f.       Spatula
g.      Kompor
h.      Neraca Analitis
i.        Labu Soxhlet
j.        Alat Soxhlet
k.      Kamera
l.        Serbet
3.1.2 Bahan
a.       Kacang Tanah
b.      Minyak Goreng
c.       Kertas Saring
d.      Tali
e.       Aluminium Foil
f.       Protolium Benzena
3.2 Prosedur Analisa
3.2.1 Preparasi Sampel
Pertama, persiapan bahan. Bahan yang digunakan sebagai contoh untuk dianalisa yaitu kacang tanah. Sebelumnya, kacang tanah digoreng untuk membedakan kadar lemak antara kacang tanah goreng dan kacang tanah tanpa goreng. Kemudian kacang tanah ditumbuk agar lebih mudah untuk mengekstraksi. Lalu timbang bahan 4 gram sebanyak 4 kali. Setelah itu dibungkus dengan menggunakan kertas saring dan diikat menggunakan benang. Kertas saring dan benang yang akan digunakan untuk membungkus sebelumnya dioven terebih dahulu selama 24 jam untuk menghilangkan air dan untuk mndapatkan berat yang konstan. Setelah itu dieksikator selama 15 menit tujuannya untuk menstabilkan kelembapan dan kemudian ditimbang sebagai a gram. Bahan + kertas saring dan benang ditimbang sebagai b gram yang kemudian dioven selama kurang lebih 20 jam untuk mengurangi kadar air pada bahan sebelum di Soxhlet.
3.2.2 Prosedur Kerja
Bahan yang telah dioven selama ± 20 jam kemudian dikeluarkan. Lalu ditimbang sebagai c gram. Labu soxhlet yang digunakan untuk analisis kadar lemak sebelumnya dioven terlebih dahulu selama 1 jam untuk mendapatkan berat yang konstan. Setelah itu dieksikator selama 5 menit untuk menstabilkan kelembapan dan ditimbang. Masukkan bahan yang telah dioven tersebut kedalam soxhlet dan dilakukan pengekstrakan lemak selama kurang lebih 4-6 jam. Tujuannya untuk memperoleh kadar lemak. Setelah diperoleh lemak hasil dari kedua soxhlet, bahan yang ada pada soxhlet modifikasi dikeluarkan dan dioven selama 24 jam. Lemak yang ada pada labu hasil ekstraksi soxhlet biasa juga dioven selama 24 jam. Setelah 24 jam, bahan dan lemak hasil eksraksi soxhlet dieksikator selama 15 menit kemudian ditimbang sebagai d gram. Dan terakhir timbang labu soxhlet.
BAB 4. PEMBAHASAN
Pada praktikum analisa lemak/minyak didapatkan hasil dengan data seperti di atas. Pada saat praktikum untuk ikan lemuru di lakukan 2 perlakuan yang berbeda dengan tujuan agar mengetahui perbedaan kadar lemak/minyak yang terkandung dalam ikan lemuru segar dan ikan lemuru kukus. Hasil yang didapat paling tinggi kadar lemaknya pada ikan lemuru segar. Hal ini di karenakan ikan lemuru masih segar dan kandungan lemaknya masih cukup tinggi. Kadar lemak menurut Hanafiah dan Murdinah (1982) adalah 4,48-11,86 %, sedangkan pada praktikum 52,395%. Hal ini berbeda, dikarenakan berat bahan yang digunakan berbeda. Yang kedua ikan lemuru kukus (49,204%) berbeda dengan ikan segar, hal ini kemungkinan disebabkan karena perlakuannya sehingga kandungan yang ada pada ikan lemuru kukus berkurang.
Kadar kacang tanah pada praktikum yaitu 36,44% sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI (1996) adalah 42,8%. Hal ini berbeda karena komposisi kacang tanah dipengaruhi oleh varietas, lokasi geografis dan kondisi pertumbuhan serta bisa juga di sebakan karena berat bahan yang berbeda. Dan yang ke empat pada daging ayam (25,759%), daging ayam memiliki kandungan lemak yang rendah daripada ikan lemuru. Hal ini disebabkan pada daging ayam, sebagian besar lemak berada pada bagian bawah kulit dan setelah proses pemasakan hanya mengandung 1,3 % lemak. Yang terakhir pada sosis (14,65%) pada ssat praktikum sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) jumlah lemak maksimal 25,0%, hal ini menunjukan perbedaan pada saat praktikum dan literatur. Hal ini terjadi karena pada sosis ada bahan tambahan seperti garam.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
  1. Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat
  2. Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan perendaman sampel.
  3. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
  4. Jumlah kadar lemak ikan lemuru berbeda dengan ikan segar kemungkinan disebabkan oleh perlakuannya sehingga kandungan yang ada pada ikan lemuru kukus berkurang.
5.2 Saran
  1. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
  2. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan kering. Jakarta: Penebar Swadaya
BeMiller, JN. 1998. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New York: Springer Science
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf. 
Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.
Dewi, UN. 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps). Skripsi. Bogor: FTP IPB
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta. 57pp.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta. 57pp
Hanafiah, Murdinah. 1982. Evaluasi mutu pada penanganan lemuru di Muncar. Prosiding Seminar Perikanan Lemuru. Banyuwangi, 18- 21 Januari 1982. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian, hal 187-198
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Maggy Thenawijaya, penerjemah Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. 
Moeljanto, R. 1988. Hubungan Kandungan Lemak Ikan Lemuru Dengan Beberapa Sifat Biologinya.Jakarta: Liberty
Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Stansby. 1982. Cured Fisheri product.s, in Industrial Fisheri Technology. Reinold Pub. Co. New York.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya
Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Bandung: Yrama Widya.
Weber, Mand L.F De Beaufort. 1965. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. E.J Brill Ltd. Leiden
Whitehead, P.J.P. 1985. FAO Species Catalogue. Vol. 7. Clupeid fishes of the world. An annotated and illustrated catalogue of the Herrings, Sardines, Pilchards, Sprats, Anchovies, and Wolf Herrings. Part 1. Chirocentridae, Clupeidae and Pristigasteridae. FAO Fish. Synop., 7(25).
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment