Friday, 21 April 2017

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir


Masyarakat pertama kali mengenal tenaga nuklir dalam bentuk bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II tahun 1945. Sedemikian dahsyatnya akibat yang ditimbulkan oleh bom atom tersebut, sehingga pengaruhnya masih dapat dirasakan sampai sekarang. Disamping sebagai senjata pamungkas yang dahsyat, sejak lama orang telah memikirkan bagaimana cara memanfaatkan tenaga nuklir untuk kesejahteraan manusia. Sampai saat ini tenaga nuklir, khususnya zat radioaktif telah dipergunakan secara luas dalam berbagai bidang, antara lan bidang industri, kesehatan, pertanian, peternakan, sterilisasi produk farmasi dan alat kedokteran, pengawetan bahan makanan, bidang hidrologi, yang merupakan aplikasi teknologi nuklir untuk non energi. Salah satu pemanfaatan teknik nuklir, yaitu dalam bidang energi saat ini sudah berkembang dan dimanfaatkan secara besar-besaran dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dimana tenaga nuklir digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang relatif murah, aman, dan tidak mencemari lingkungan.

Pemanfaatan teknik nuklir dalam bentuk PLTN mulai dikembangkan secara komersial sejak tahun 1954. Pada waktu itu di Rusia (USSR), dibangun dan dioperasikan satu unit PLTN air ringan bertekanan tinggi (VVER=PWR) yang setahun kemudian mencapai daya 5 MWe. Di Amerika Serikat juga dioperasikan jenis reaktor yang sama, dengan daya 60 MWe. Pada tahun 1956 di Inggris dikembangkan PLTN jenis Gas Cooled Reactor (GCR=reaktor berpendingin gas) dengan daya 100 MWe. Tahun 1997 di seluruh dunia baik di negara maju maupun negara berkembang telah dioperasikan sebanyak 443 unit PLTN yang tersebar di 31 negara dengan kontribusi sekitar 18% dari pasokan tenaga listrik dunia dengan total pembangkitan dayanya mencapai 351.000 MWe dengan 36 unit PLTN sedang dalam tahap konstruksi di 18 negara.
Nuklir Bukan Alternatif Bagi Rakyat

Sejak tahun 70-an, pemerintah terus ngotot untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Listrik (PLTN). Tahun 1998, rencana pembangunan PLTN di Muria gagal akibat krisis ekonomi. Alasan krisis energi listrik terus dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mempromosikan PLTN.
Rencana pemerintah untuk membangun PLTN dapat dikatakan sebagai langkah mundur dalam pemilihan energi alternatif. Sebab, ketika di beberapa negara yang selama ini menggunakan tenaga nuklir berkeinginan menutup reaktor nuklirnya, justru pemerintah Indonesia baru berencana membangunnya.

Amerika Serikat yag memiliki 110 buah reaktor nuklir atau 25,4% dari total seluruh reaktor yang ada di dunia, akan menutup 103 reaktor nuklirnya. Demikian halnya dengan Jerman, negara industri besar ini, juga berencana menutup 19 reaktor nuklirnya. Penutupan pertama dilakukan pada tahun 2002 kemarin, sedang PLTN terakhir akan ditutup pada tahun 2021. Keadaan lain juga terjadi di Swedia, yang menutup seluruh PLTN-nya yang berjumlah 12, mulai tahun 1995. Sampai negara tersebut bebas dari PLTN pada tahun 2010 mendatang.
Sejarah PLTN di Indonesia
Proses rencana pembangunan PLTN di Indonesia cukup panjang. Tahun 1972, telah dimulai pembahasan awal dengan membentuk Komisi Persiapan Pembangunan PLTN. Komisi ini kemudian melakukan pemilihan lokasi dan tahun 1975 terpilih 14 lokasi potensial, 5 di antaranya terletak di Jawa Tengah. Lokasi tersebut diteliti BATAN bekerjasama dengan NIRA dari Italia. Dari keempat belas lokasi tersebut, 11 lokasi di pantai utara dan 3 lokasi di pantai selatan.

Pada Desember 1989, Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan agar BATAN melaksanakan studi kelayakan dan terpilihlah NewJec (New Japan Enginereering Consoltan Inc) untuk melaksanakan studi tapak dan studi kelayakan selama 4,5 tahun, terhitung sejak Desember 1991 sampai pertengahan 1996.

Pada 30 Desember 1993, NewJec menyerahkan dokumen Feasibility Study Report (FSR) dan Prelimintary Site Data Report ke BATAN. Rekomendasi NewJec adalah untuk bidang studi non-tapak, secara ekonomis, PLTN kompetitif dan dapat dioperasikan pada jaringan listrik Jawa – Bali di awal tahun 2000-an. Tipe PLTN direkomendasikan berskala menengah, dengan calon tapak di Ujung Lemahabang, Grenggengan, dan Ujungwatu. 
Apa itu Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?

PLTN adalah pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir yang merupakan kumpulan mesin untuk pembangkit tenaga listrik yang memanfaatkan tenaga nuklir sebagai tenaga awalnya. Prinsip kerjanya seperti uap panas yang dihasilkan untuk menggerakkan mesin yang disebut turbin.

Secara ringkas dan sederhana, rancangan PLTN terdiri dari air mendidih, boild water reactor bisa mewakili PLTN pada umumnya, yakni setelah ada reaksi nuklir fisi, secara bertubi-tubi, di dalam reaktor, maka timbul panas atau tenaga lalu dialirkanlah air di dalamnya. Kemudian uap panas masuk ke turbin dan turbin berputar poros turbin dihubungkan dengan generator yang menghasilkan listrik. 
Dampak Nuklir pada Rakyat dan Lingkungan

Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Radiasi yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua, radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya.

Keduanya, baik radiasi langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi fungsi organ tubuh melalui sel-sel pembentukannya. Organ-organ tubuh yang sensitif akan dan menjadi rusak. Sel-sel tubuh bila tercemar radio aktif uraiannya sebagai berikut: terjadinya ionisasi akibat radiasi dapat merusak hubungan antara atom dengan molekul-molekul sel kehidupan, juga dapat mengubah kondisi atom itu sendiri, mengubah fungsi asli sel atau bahkan dapat membunuhnya. Pada prinsipnya, ada tiga akibat radiasi yang dapat berpengaruh pada sel. Pertama, sel akan mati. Kedua, terjadi penggandaan sel, pada akhirnya dapat menimbulkan kanker, dan ketiga, kerusakan dapat timbul pada sel telur atau testis, yang akan memulai proses bayi-bayi cacat. Selain itu, juga menimbulkan luka bakar dan peningkatan jumlah penderita kanker (thyroid dan cardiovascular) sebanyak 30-50% di Ukrania, radang pernapasan, dan terhambatnya saluran pernapasan, juga masalah psikologi dan stres yang diakibatkan dari kebocoran radiasi.

Ada beberapa bahaya laten dari PLTN yang perlu dipertimbangkan. Pertama, kesalahan manusia (human error) yang bisa menyebabkan kebocoran, yang jangkauan radiasinya sangat luas dan berakibat fatal bagi lingkungan dan makhluk hidup. Kedua, salah satu yang dihasilkan oleh PLTN, yaitu Plutonium memiliki hulu ledak yang sangat dahsyat. Sebab Plutonium inilah, salah satu bahan baku pembuatan senjata nuklir. Kota Hiroshima hancur lebur hanya oleh 5 kg Plutonium. Ketiga, limbah yang dihasilkan (Uranium) bisa berpengaruh pada genetika. Di samping itu, tenaga nuklir memancarkan radiasi radio aktif yang sangat berbahaya bagi manusia.

WALHI menyerukan agar pemerintah menghentikan rencana pembangunan PLTN di Indonesia, mengingat potensi dampak negatif yang begitu besar dan mengajak seluruh masyarakat untuk melakukan hal yang sama.


Mengenal Proses Kerja dan Jenis-Jenis PLTN

Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapatdikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakarankimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara. Besar energy yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi olehAlbert Einstein : E = m C2, dengan m : massa bahan (kg) dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energinuklir berasal dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas. Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai tak terkendali danreaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi nuklir tak terkendali terjadi misal pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir sengaja tidak dikendalikan agar dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan bom memiliki daya rusak yang maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan secara aman dan energi yang dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka manusia berusaha untuk membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir. Jadi reaktor nuklir sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan. Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda dengan reaksi berantai pada ledakan bom nuklir.

Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimulai beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi nuklir berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya.
Listrik pertama yang dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan di Rusia. PLTN pertama di dunia yang memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama kali pada bulan Oktober 1956 di Calder Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas dua reaktor nuklir yang mampu memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses pengoperasian PLTN tersebut telah mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan model yang sama di berbagai tempat.
Energi Nuklir

Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat dilepaskan oleh reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh perhitungan sederhana. Ambil 1 g (0,001 kg) bahan bakar nuklir 235U. Jumlah atom di dalam bahan bakar ini adalah :
N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U.
Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energi sebesar 200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi sebesar :
E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,2 x 1022 MeV
Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule (J), di mana 1 MeV = 1.6 x 10-13 J, maka energi yang dilepaskan menjadi :
E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x 109 J
Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik, maka energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 g 235U adalah :
Elistrik = (30/100) x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J
Karena 1J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan elektronik seperti pesawat TV dengan daya (P) 100 W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1 g 235U selama :
t = Elistrik / P = 24,58 x 109 (J) / 100 (W) = 24,58 x 107 s
Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan 7,78 tahun terus-menerus tanpa dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut hanya dinyalakan selama 12 jam/hari, maka energi listrik dari 1 g 235U bias dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV selama lebih dari 15 tahun.

Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar nuklir. Energi panas yang dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo kalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton) batubara. Melihat besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri manusia untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.


Proses Kerja Pusat Listrik Tenaga Nuklir

Proses kerja PLTN sebenarnya hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik konvensional seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang umumnya sudah dikenal secara luas. Yang membedakan antara dua jenis pembangkit listrik itu adalah sumber panas yang digunakan. PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir, sedang PLTU mendapatkan suplai panas dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara atau minyak bumi.

Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedang kelebihan neutron dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orde ratusan hingga ribuan MW. Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN adalah sebagai berikut :

• Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam bentuk panas yangsangat besar.
• Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air pendingin, bisa pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe reaktor nuklir yang digunakan.
• Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan energi gerak (kinetik).
• Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator sehingga dihasilkan arus listrik.
Jenis-Jenis PLTN

Teknologi PLTN dirancang agar energi nuklir yang terlepas dari proses fisi dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam kehidupan sehari-hari. PLTN merupakan sebuah sistim yang dalam operasinya menggunakan reaktor daya yang berperan sebagai tungku penghasil panas. Dewasa ini ada berbagai jenis PLTN yang beroperasi. Perbedaan tersebut ditandai dengan perbedaan tipe reaktor daya yang digunakannya.

Masing-masing jenis PLTN/tipe reaktor daya umumnya dikembangkan oleh negara-negara tertentu, sehingga seringkali suatu jenis PLTN sangat menonjol dalam suatu negara, tetapi tidak dioperasikan oleh negara lain.
Perbedaan berbagai tipe reaktor daya itu bisa terletak pada penggunaan bahan bakar, moderator, jenis pendinging serta perbedaan-perbedaan lainnya.
Perbedaan jenis reaktor daya yang dikembangkan antara satu negara dengan negara lain juga dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknologi yang terkait dengan nuklir oleh masing-masing negara. Pada awal pengembangan PLTN pada tahun 1950-an, pengayaan uranium baru bisa dilakukan oleh Amerika Serikat dan Rusia, sehingga kedua negara tersebut pada saat itu sudah mulai mengembangkan reaktor daya berbahan bakar uranium diperkaya. Sementara itu di Kanada, Perancis dan Ingris pada saat itu dipusatkan pada program pengembangan reaktor daya berbahan bakar uranium alam. Oleh sebab itu, PLTN yang pertama kali beroperasi di ketiga negara tersebut menggunakan reaktor berbahan bakar uranium alam. Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama Inggris dan Perancis juga mengoperasikan PLTN berbahan bakar uranium diperkaya. Sebagian besar reaktor daya yang beroperasi dewasa ini adalah jenis Reaktor Air Ringan atau LWR (Light Water Reactor) yang mula-mula dikembangkan di AS dan Rusia. Disebut Reaktor Air Ringan karena menggunakan H2O kemurnian tinggi sebagai bahan moderator sekaligus pendingin reaktor. Reaktor ini terdiri atas Reaktor Air tekan atau PWR (Pressurized Water Reactor) dan Reaktor Air Didih atau BWR (Boiling Water Reactor) dengan jumlah yang dioperasikan masing-masing mencapai 52 % dan 21,5 % dari total reaktor daya yang beroperasi. Sedang sisanya sebesar 26,5 % terdiri atas berbagai type reaktor daya lainnya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut berbagai jenis PLTN yang dewasa ini beroperasi diberbagai negara.

• Reaktor Air Didih
Pada reaktor air didih, panas hasil fisi dipakai secara langsung untukmenguapkan air pendingin dan uap yang terbentuk langsung dipakai untuk memutar turbin. Turbin tekanan tinggi menerima uap pada suhu sekitar 290 ºC dan tekanan sebesar 7,2 MPa. Sebagian uap diteruskan lagi ke turbin tekanan rendah. Dengan sistim ini dapat diperoleh efisiensi thermal sebesar 34 %. Efisiensi thermal ini menunjukkan prosentase panas hasil fisi yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Setelah melalui turbin, uap tersebut akan mengalami proses pendinginan sehingga berubah menjadi air yang langsung dialirkan ke teras reaktor untuk diuapkan lagi dan seterusnya. Dalam reaktor ini digunakan bahan bakar 235U dengan tingkat pengayaannya 3-4 % dalam bentuk UO2.

Pada tahun 1981, perusahaan Toshiba, General Electric dan Hitachi melakukan kerja sama dengan perusahaan Tokyo Electric Power Co. Inc. untuk memulai suatu proyek pengembangan patungan dalam rangka meningkatkan unjuk kerja sistim Reaktor Air Didih dengan memperkenalkan Reaktor Air Didih Tingkat Lanjut atau A-BWR (Advanced Boiling Water Reactor). Kapasitas A-BWR dirancang lebih besar untuk mempertinggi keuntungan ekonomis. Di samping itu, beberapa komponen reaktor juga mengalami peningkatan, seperti peningkatan dalam fraksi bakar, penyempurnaan sistim pompa sirkulasi pendingin, mekanisme penggerak batang kendali dan lain-lain.

• Reaktor Air Tekan
Reaktor Air Tekan juga menggunakan H2O sebagai pendingin sekaligus moderator. Bedanya dengan Reaktor Air Didih adalah penggunaan dua macam pendingin, yaitu pendingin primer dan sekunder. Panas yang dihasilkan dari reaksi fisi dipakai untuk memanaskan air pendingin primer. Dalam reaktor ini dilengkapi dengan alat pengontrol tekanan (pessurizer) yang dipakai untuk mempertahankan tekanan sistim pendingin primer. Sistim pressurizer terdiri atas sebuah tangki yang dilengkapi dengan pemanas listrik dan penyemprot air. Jika tekanan dalam teras reaktor berkurang, pemanas listrik akan memanaskan air yang terdapat di dalam tangki pressurizer sehingga terbentuklah uap tambahan yang akan menaikkan tekanan dalam sistim pendingin primer. Sebaliknya apabila tekanan dalam sistim pendingin primer bertambah, maka sistim penyemprot air akan mengembunkan sebagian uap sehingga tekanan uap berkurang dan sistim pendingin primer akan

kembali ke keadaan semula. Tekanan pada sistim pendingin primer dipertahankan pada posisi 150 Atm untuk mencegah agar air pendingin primer tidak mendidih pada suhu sekitar 300 ºC. Pada tekanan udara normal, air akan mendidih dan menguap pada suhu 100 ºC.

Dalam proses kerjanya, air pendingin primer dialirkan ke sistim pembangkit uap sehingga terjadi pertukaran panas antara sistim pendingin primer dan sistim pendingin sekunder. Dalam hal ini antara kedua pendingin tersebut hanya terjadi pertukaran panas tanpa terjadi kontak atau percampuran, karena antara kedua pendingin itu dipisahkan oleh sistim pipa. Terjadinya pertukaran panas menyebabkan air pendingin sekunder menguap. Tekanan pada sistim pendingin sekunder dipertahankan pada tekanan udara normal sehingga air dapat menguap pada suhu 100 ºC. Uap yang terbentuk di dalam sistim pembangkit uap ini selanjutnya dialirkan untuk memutar turbin.

Dari uraian di atas tergambar bahwa sistim kerja PLTN dengan Reaktor Air Tekan lebih rumit dibandingkan dengan sistim Reaktor Air Didih. Namun jika dilihat pada sistim keselamatannya, Reaktor Air Tekan lebih aman dibandingkan dengan Reaktor Air Didih. Pada Reaktor Air Tekan perputaran sistim pendingin primernya betul-betul tertutup, sehingga apabila terjadi kebocoran bahan radioaktif di dalam teras reaktor tidak akan menyebabkan kontaminasi pada turbin. Sedang pada Reaktor Air Didih, kebocoran bahan radioaktif yang terlarut dalam air pendingin primer dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi pada turbin. Reaktor Air Tekan juga mempunyai keandalan operasi dan keselamatan yang sangat baik. Salah satu faktor penunjangnya adalah karena reaktor ini mempunyai koefisien reaktivitas negatif. Apabila terjadi kenaikan suhu dalam teras reaktor secara mendadak, maka daya reaktor akan segera turun dengan sendirinya. Namun karena menggunakan dua sistim pendingin, maka efisiensi thermalnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan Reaktor Air Didih.

• Reaktor Air Berat atau HWR (Heavy Water Reactor)
Reaktor Air Berat merupakan jenis reaktor yang menggunakan D2O (air berat) sebagai moderator sekaligus pendingin. Reaktor ini menggunakan bahan bakar uranium alam sehingga harus digunakan air berat yang penampang lintang serapannya terhadap neutron sangat kecil. PLTN dengan Reaktor Air berat yang paling terkenal adalah CANDU (Canadian Deuterium Uranium) yang pertama kali dikembangkan oleh Canada. Seperti halnya Reaktor Air tekan, Reaktor CANDU juga mempunyai sistim pendingin primer dan sekunder, pembangkit uap dan pengontrol tekanan untuk mempertahankan tekanan tinggi pada sistim pendingin primer.
D2O dalam reaktor CANDU hanya dimanfaatkan sebagai sistim pendingin primer, sedang sistim pendingin sekundernya menggunakan H2O. Dalam pengoperasian reaktor CANDU, kemurnian D2O harus dijaga pada tingkat 95-99,8 %. Air berat merupakan bahan yang harganya sangat mahal dan secara fisik maupun kimia tidak dapat dibedakan secara langsung dengan H2O. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha penanggulangan kebocoran D2O baik dalam bentuk uap maupun cairan. Aliran ventilasi dari ruangan dilakukan secara tertutup dan selalu dipantau tingkat kebasahannya, sehingga kemungkinan adanya kebocoran D2O dapat diketahui secara dini.

• Reaktor Magnox atau MR (Magnox Reactor)
Reaktor Magnox menggunakan bahan bakar dalam bentuk logam uranium atau paduannya yang dimasukkan ke dalam kelongsong paduan magnesium (Mg). Reaktor ini dikembangkan dan banyak dioperasikan oleh Inggris. Termasuk dalam reaktor jenis ini adalah reaktor penelitian pertama di dunia yang dibangun oleh tim pimpinan Enrico Fermi di Chicago, Amerika Serikat. Reaktor Magnox menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, dan uranium alam sebagai bahan bakar. Panas hasil fisi diambil dengan mengalirkan gas CO2 melalui elemen bakar menuju ke sistim pembangkit uap. Dari pertukaran panas ini akan dihasilkan uap air yang selanjutnya dapat dipakai untuk memutar turbin. Hasil dari usaha dalam penyempurnaan unjuk kerja Reaktor Magnox adalah diperkenalkannya Reaktor Maju Berpendingin Gas atau AGR (Advanced Gas-cooled Reactor). Dalam reaktor ini juga menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai moderator, namun bahan bakarnya berupa uranium sedikit diperkaya yang dibungkus dengan kelongsong dari baja tahan karat. Pengayaan bahan bakar ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi thermal dan fraksi bakar bahan bakarnya.

• Reaktor Temperatur Tinggi atau HTR (High Temperature Reactor)
Reaktor Temperatur Tinggi adalah jenis reaktor yang menggunakan pendingin gas helium (He) dan moderator grafit. Reaktor ini mampu menghasilkan panas hingga 750 ºC dengan efisiensi thermalnya sekitar 40 %. Panas yang dibangkitkan dalam teras reaktor dipindahkan menggunakan pendingin He (sistim primer) ke pembangkit uap. Dalam pembangkit uap ini panas akan diserap oleh sistim uap air umpan (sistim sekunder) dan uap yang dihasilkannya dialirkan ke turbin. Dalam reaktor ini juga ada sistim pemisah antara sistim pendingin primer yang radioaktif dan sistim pendingin sekunder yang tidak radioaktif.

Elemen bahan bakar yang digunakan dalam Reaktor Temperatur Tinggi berbentuk bola, tiap elemen mengandung 192 gram carbon, 0,96 gram 235U dan 10,2 gram 232Th yang dapat dibiakkan menjadi bahan bakar baru 233U. Proses fisi dalam teras reaktor mampu memanaskan gas He hingga mencapai suhu 750 oC.

Setelah terjadi pertukaran panas dengan sistim sekunder, suhu gas He akan turun menjadi 250 ºC. Gas He selanjutnya dipompakan lagi ke teras reaktor untuk mengambil panas fisi, demikian seterusnya. Dalam operasi normal, reaktor ini membutuhkan bahan bakar bola berdiameter 60 mm sebanyak ± 675.000 butir yang diletakkan di dalam teras reaktor. Rata-rata setiap butir bahan bakar tinggal di dalam teras selama enam bulan pada operasi beban penuh.

Perbedaan Pembangkit Listrik Konvensional (PLK) dengan PLTN
Dalam pembangkit listrik konvensional, air diuapkan di dalam suatu ketel melalui pembakaran fosil (minyak, batubara, dan gas). Uap yang dihasilkan dialirkan ke turbin uap yang akan bergerak apabila ada tekanan uap. Perputaran turbin selanjutnya digunakan untuk menggerakkan generator, dan generator menghasilkan tenaga listrik.


Pembangkit Listrik Konvensional


Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara, minyak, dan gas mempunyai potensi yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan masalah transportasi bahan bakar, dari tempat penambangan menuju lokasi pembangkitan. Dampak lingkungan akibat pembakaran bahan fosil tersebut dapat berupa CO2 (karbon dioksida), SO2 (sulfur oksida), NOx (nitrogen oksida), dan debu yang mengandung logam berat. Kekhawatiran terbesar dalam pembangkitan listrik dengan bahan bakar fosil adalah dapat menimbulkan hujan asam dan peningkatan pemanasan global.

PLTN beroperasi dengan prinsip yang sama seperti PLK, hanya panas yang digunakan untuk menghasilkan uap tidak dihasilkan dari pembakaran bahan fosil, tetapi dihasilkan dari reaksi pembelahan inti bahan fisil (Uranium) di dalam suatu reaktor nuklir. Tenaga panas tersebut digunakan untuk membangkitkan uap di dalam sistem pembangkit uap (Steam Generator) dan selanjutnya sama seperti pada PLK, uap digunakan untuk menggerakkan turbin, turbin menggerakkan generator, dan generator menghasilkan listrik. Sebagai pemindah panas biasa digunakan air yang disirkulasikan secara terus menerus selama PLTN beroperasi. Proses pembangkitan listrik ini tidak membebaskan asap atau debu yang mengandung logam berat yang dibuang ke lingkungan atau melepaskan partikel yang berbahaya seperti CO2, SO2, NOx ke lingkungan, sehingga PLTN ini merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian PLTN adalah berupa elemen bakar bekas dalam bentuk padat. Elemen bakar bekas ini untuk sementara bisa disimpan di lokasi PLTN sebelum dilakukan penyimpanan limbah secara lestari.
Tentang Fisika Nuklir

Panas yang dipergunakan untuk membangkitkan uap diproduksi sebagai hasil dari pembelahan inti atom yang dapat diuraikan sebagai berikut:
• Apabila ada suatu neutron (dihasilkan dari sumber neutron) tertangkap oleh satu inti atom uranium-235, inti atom ini akan berbelah menjadi dua atau tiga bagian/fragmen. Sebagian dari energi yang semula mengikat fragmen-fragmen tersebut masing-masing dalam bentuk energi kinetik, sehingga mereka dapat bergerak dengan kecepatan tinggi. Oleh karena fragmen-fragmen tersebut berada di dalam struktur kristal uranium, mereka tidak dapat bergerak jauh dan gerakannya segera diperlambat.
• Dalam proses perlambatan ini energi kinetik diubah menjadi panas (energi tyermal). Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa energi termal yang dihasilkan dari reaksi pembelahan 1 Kg Uranium-235 murni besarnya adalah 17 milyar kilo kalori, atau setara dengan energi termal yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta Kg (2400 ton) batubara.

• Selain fragmen-fragmen tersebut reaksi pembelahan menghasilkan pula 2 atau 3 neutron yang dilepaskan dengan kecepatan lebih besar dari 10.000 km per detik. Neutron-neutron ini disebut neutron cepat yang mampu bergerak bebas tanpa dirintangi oleh atom-atom uranium atau atom-atom kelongsongnya. Agar mudah ditangkap oleh inti atom uranium guna menghasilkan reaksi pembelahan, kecepatan neutron ini harus diperlambat. Zat yang dapat memperlambat kecepatan neutron disebut moderator.
Air Sebagai Pemerlambat Neutron (Moderator)

-Seperti telah disebutkan di atas, panas yang dihasilkan dari reaksi pembelahan, oleh air yang bertekanan 160 atmosfir dan suhu 300 derajat Celsius secara terus menerus dipompakan ke dalam reaktor melalui saluran pendingan reaktor. Air yang bersirkulasi dalam saluran pendingin ini tidak hanya berfungsi sebagai pendingin saja melainkan juga bertindak sebagai moderator, yaitu sebagai medium yang dapat memperlambat neutron. Neutron cepat akan kehilangan sebagian energinya selama menumbuk atom-atom hidrogen. Setelah kecepatan neutron turun sampai 2000 m/detik atau sama dengan kecepatan molekul gas pada suhu 300 derajat Celsius, barulah ia mampu membelah inti atom uranium-235. Neutron yang telah diperlambat disebut neutron termal.

Reaksi Pembelahan Inti Berantai Terkendali
Untuk mendapatkan keluaran termal yang mantap, perlu dijamin agar banyaknya reaksi pembelahan inti yang terjadi dalam teras reaktor dipertahankan pada tingkat tetap, yaitu 2 atau 3 neutron yang dihasilkan dalam reaksi itu hanya satu yang dapat meneruskan reaksi pembelahan. Neutron lainnya dapat lolos keluar reaktor, atau diserap oleh bahan lainnya tanpa menimbulkan reaksi pembelahan atau diserap oleh batang kendali. Batang kendali dibuat dari bahan-bahan yang menyerap neutron, sehingga jumlah neutron yang menyebabkan reaksi pembelahan dapat dikendalikan dengan mengatur keluar atau masuknya batang kendali ke dalam teras reaktor. Sehubungan dengan urain di atas perlu digarisbawahi bahwa:

1. Reaksi pembelahan berantai hanya dimungkinkan apabila ada moderator.
2. Kandungan Uranium-235 di dalam bahan bakar nuklir maksimum adalah 3,2%. Kandungan ini kecil sekali dan terdistribusi secara merata dalam isotop Uranium-238, sehingga tidak mungkin terjadi reaksi pembelahan berantai secara tidak terkendali di dalamnya.
Radiasi dan Hasil Belahan

Fragmen-fragmen yang diproduksi selama reaksi pembelahan inti disebut hasil belahan, yang kebanyakan berupa atom-atom radioaktif seperti xenon-133, kripton-85, dan iodium-131. Zat radioaktif ini meluruh menjadi atom lain dengan memancarkan radiasi alpha, beta, gamma atau neutron. Selama proses peluruhan, radiasi yang dipancarkan dapat diserap oleh bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor, sehingga energi yang dilepaskan berubah menjadi panas. Panas ini disebut panas peluruhan yang akan terus diproduksi walaupun reaktor berhenti beroperasi. Oleh karena itu reaktor dilengkapi dengan suatu sistem pembuangan panas peluruhan. Selain hasil belahan, dalam reaktor dihasilkan pula bahan radioaktif lain sebagai hasil aktivasi neutron. Bahan radioaktif ini terjadi karena bahan-bahan lain yang berada di dalam reaktor (seperti kelongsong atau bahan struktur) menangkap neutron sehingga berubah menjadi unsur lain yang bersifat radioaktif.

Radioaktif adalah sumber utama timbulnya bahaya dari suatu PLTN, oleh karena itu semua sistem pengamanan PLTN ditujukan untuk mencegah atau menghalangi terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan dengan aktivitas yang melalmpaui nilai batas ambang yang diijinkan menurut peraturan yang berlaku.
Keselamatan Nuklir

Berbagai usaha pengamanan dilakukan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan masyarakat, para pekerja reaktor, dan lingkungan PLTN. Usaha ini dilakukan untuk menjamin agar radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir tidak terlepas ke lingkungan baik selama operasi mapun jika terjadi kecelakaan. Tindakan proteksi dilakukan untuk menjamin agar PLTN dapat dihentikan dengan aman setiap waktu jika diinginkan dan tetap dapat dipertahankan dalam keadaan aman, yakni memperoleh pendinginan yang cukup. Untuk ini panas peluruhan yang dihasilkan harus dibuang dari teras reaktor, karena dapat menimbulkan bahaya akibat pemanasan lebih pada reaktor.
Keselamatan Terpasang
Keselamatan terpasang dirancang berdasarkan sifat-sifat alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam teras reaktor naik, jumlah neutron yang tidak tertangkap maupun yang tidak mengalami proses perlambatan akan bertambah, sehingga reaksi pembelahan berkurang. Akibatnya panas yang dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan menjamin bahwa teras reaktor tidak akan rusak walaupun sistem kendali gagal beroperasi.
Penghalang Ganda

PLTN mempunyai sistem pengamanan yang ketat dam berlapis-lapis, sehingga kemungkinan terjadi kecelakaan maupun akibat yang ditimbulkan sangat kecil, Sebagai contoh, zat radioaktif yang dihasilkan selama reaksi pembelahan inti uranium sebagian besar (> 99%) akan tetap tersimpan di dalam matriks bahan bakar, yang berfungsi sebagai penghalang pertama, selama beroperasi aupun jika terjadi kecelakaan, kelongsong bahan bakar akan berperan sebagai penghalang kedua untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif tersebut keluar kelongsong. Dalam hal zat radioaktif masih dapat keluar dari dalam kelongsong, masih ada penghalang ketiga yaitu sstem pendingin. Lepas dari sistem pendingin, masih ada penghalang keempat berupa bejana tekan dibuat dari baja dengan tebal ± 20 cm. Penghalang kelima adalah perisai beton dengan


tebal 1,5 - 2 meter. Bila zat radioaktif itu masih ada yang lolos dari perisai beton, masih ada penghalang keenam, yaitu sistem pengungkung yang terdiri dari pelat baja setebal ± 7 cm dan beton setebal 1,5 - 2 meter yang kedap udara. Jadi selama operasi atau jika terjadi kecelakaan, zat radioaktif benar-benar tersimpan dalam reaktor dan tidak dilepaskan ke lingkungan. Kalaupun masih ada zat radioaktif yang terlepas jumlahnya sudah sangat diperkecil sehingga dampaknya terhadap lingkungan tidak berarti.
Pertahanan Berlapis

Disain keselamatan suatu PLTN menganut falsafah pertahanan berlapis (defence in depth). Pertahanan berlapis ini meliputi: lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir; lapis keselamatan kedua, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin dapat terjadi selama umur PLTN; dan lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan sistem pengamanan tambahan, yang dapat diandalkan untuk dapat mengatasi kecelakaan hipotesis, atau kecelakaan terparah yang diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN. Namun demikian kecelakaan tersebut kemungkinan terjadinya sedemikian kecil sehingga tidak akan pernah terjadi selama umu operasi PLTN.
Limbah Radioaktif

Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap lingkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reaktor. Gas radioaktif yang dapat keluar dari sistem reaktor tetap terkungkung di dalam sistem pengungkung PLTN dan sudah melalui sistem ventilasi dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang dilepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Pada PLTN sebagian besar limbah yang dihasilkan adalah limbah aktivitas rendah (70 - 80%). Sedangkan limbah aktivitas tinggi dihasilkan pada proses daur ulang elemen bakar nuklir bekas, sehingga apabila lemen bakar bekasnya tidak didaur ulang, limbah aktivitas tinggi ini jumlahnya sangat sedikit. Penanganan limbah radioaktif aktivitas rendah, sedang, dan tinggi pada umumnya mengikuti tiga prinsip, yaitu:

• Memperkecil volumenya dengan cara evaporasi, insenerasi, kompaksi/ditekan
• Mengolah menjadi bentuk stabil (baik fisik maupun kimia) untuk memudahkan dalam transportasi dan penyimpanan
• Menyimpan limbah yang telah diolah, ditempat yang terisolasi.
Pengolahan limbah cair dengan cara evaporasi/pemanasan untuk memperkecil volume, kemudian dipadatkan dengan semen (sementasi) atau dengan gelas masif (vitrifikasi) di dalam wadah yang kedap air, tahan banting, misalnya terbuat dari beton bertulang atau dari baja tahan karat. Pengolahan limbah padat adalah dengan cara diperkecil volumenya melalui proses insenerasi/pembakaran, selanjutnya abunya disementasi. Sedangkan limbah yang tidak dapat dibakar diperkecil volumenya dengan kompaksi/penekanan dan dipadatkan dalam drum/beton dengan semen. Sedang limbah padat yang tidak dapat dibakar atau tidak dapat dikompaksi, harus dipotong-potong dan dimasukkan dalam beton kemudian dipadatkan dengan semen atau gelas masif. Selanjutnya limbah radioaktif yang telah diolah disimpan secara sementara (10 - 50 tahun) di gudang penyimpanan limbah yang kedap air sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil dan secara ekonomi tidak bermanfaat.


Kolam penyimpanan bahan bakar bekas


Penyimpanan limbah radioaktif

Sumber : http://www.alpensteel.com/

No comments:

Post a Comment