Thursday, 17 April 2014

Senyawa Hidrokarbon Menggunakan Nanokatalis

Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan bahan bakar fosil yang semakin tinggi dekade ini telah membawa beberapa dampak yang cukup buruk bagi lingkungan global, seperti terjadinya pemanasan global.
Penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan berbagai produk olahannya, gas alam, dan batubara yang sebagian besar terdiri atas senyawa hidrokarbon (suatu kelompok senyawa kimia yang terdiri atas unsur karbon dan hidrogen) menghasilkan polusi karbon dioksida yang semakin tidak terkontrol. Gas karbon dioksida merupakan penyumbang utama gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya pemanasan global di bumi ini. Selain membawa dampak buruk karena menyebabkan polusi karbon dioksida, bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbarui dan akan segera habis dalam waktu dekat.
Untuk menjawab tantangan itulah,  S. Tajammul Hussain dan M. Hasib-ur-Rahman, dua orang peneliti dari Quaid-i-Azam University, Islamabad, Pakistan telah berhasil menemukan suatu formula nanokatalis yang mampu mengkonversi karbon dioksida dan uap air menjadi senyawa hidrokarbon, yaitu etanol dan propuna. Seperti pada hasil studi mereka yang telah dipublikasikan pada Journal of Nano System & Technology, kedua peneliti tersebut telah berhasil mengkonversi campuran gas karbon dioksida dan uap air menjadi metanol dan propuna dengan menggunakan nanokatalis dari paduan metal rutenium (Ru), mangaan (Mn), dan nikel (Ni) yang dialiasikan ke dalam katalis pendukung titanium (IV) oksida. Pengertian nanokatalis itu sendiri adalah suatu zat kimia yang mampu mempercepat proses terjadinya reaksi tanpa ikut bereaksi dengan ukuran sepermiliar meter, suatu ukuran yang amat kecil.
Penemuan mutakhir ini cukup fenomenal mengingat para ilmuwan di seluruh dunia tengah mencari metode alternatif untuk mensintesis hidrokarbon rantai panjang dari sumber hidrokarbon rantai pendek atau tunggal seperti halnya karbon dioksida. Sintesis konversi ini memang belum dapat dikatakan ekonomis dikarenakan persentase konversi tertinggi dicapai pada suhu 450°C dengan hasil 36% etanol dan 41% propuna. Mekanisme konversi ini pun terbilang cukup rumit karena seluruh spesi logam dalam nanokatalis tersebut memiliki peranan tersendiri dalam reaksi konversi ini.
Hasil konversi yang didapat memang bukan merupakan hidrokarbon rantai panjang seperti yang terdapat pada bensin, tetapi riset ini merupakan langkah awal yang baik untuk menemukan metode terbaru mengubah polusi karbon dioksida menjadi sumber energi hidrokarbon. Meskipun hasil penelitian ini terbilang kurang ekonomis untuk diproyeksikan pada skala besar, namun sangat diharapkan penelitian-penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan secara global untuk menjawab dua tantangan besar berikut: mengurangi jumlah polutan karbon dioksida agar dampak pemanasan global berkurang dan mensintesis kembali sumber energi utama manusia saat ini, yaitu hidrokarbon.

No comments:

Post a Comment